Jakarta, C&R Digital - Pada
masa jayanya, film Warkop DKI tidak hanya ditayangkan di bioskop lokal.
Jaringan bioskop untuk orang kelas menengah ke atas, Bioskop 21,
sering menayangkan film mereka. Tak hanya itu, di kampung-kampung
diadakan layar tancap yang menayangkan film Warkop DKI. Masyarakat pun
berbondong-bondong menontonnya.
“Kami
punya kelas penonton sendiri. Semua orang di Indonesia, selalu
membicarakan kelompok Warkop DKI,” kenang Indro. Saking tenarnya, Warkop
tak putus mendapat undangan ke berbagai daerah di seluruh Indonesia.
Kisah yang tidak terlupakan, kenang Indro, saat berkunjung ke Timika,
Papua.
Masyarakat
di sana memadati lapangan dengan mengenakan koteka. Selama berlangsung
dialog lawakan, tak ada satu pun warga yang tertawa. “Kami bingung,”
tuturnya. Koteka adalah alat penutup kemaluan untuk pria, yang dibuat
dari buah labu. Isi dan bijinya dibuang dan dijemur. Setelah kering,
baru bisa dijadikan penutup kemaluan.
“Tiba-tiba
Dono berinisiatif. Ia berlari-larian dengan gayanya yang lucu di atas
panggung,” kata Indro. Gaya Dono, ditiru Indro, bergoyang dan
melenggokkan tubuh sambil tertawa-tawa. “Saya dan Kasino, ikutan juga
bergaya kayak Dono. Eh, penonton baru pada ketawa,”sambung Indro.
Panggung
Warkop DKI selalu ramai oleh penonton. Kelompok ini, tidak pernah surut
karena zaman dan tidak pernah sepi dari kelucuan. Di mana ada Warkop,
di situ orang tertawa. Semua tak lepas dari profesionalisme yang diusung
mereka. Menurut Miing, di Warkop pembagian kerjanya jelas. Dono
bertugas dalam hal hubungan pihak luar. Kasino soal bisnisnya, dan Indro
sebagai bendahara dan mengatur hubungan kerja sama.
Tugas
Miing mempersiapkan semua perencanaan pementasan Warkop. Termasuk
materi guyonannya. Jika ada pementasan di daerah, Miing yang mencari
materi yang tepat untuk daerah tersebut. Lawakan Warkop pun pas dengan
situasi yang sedang digandrungi. Dari bahasanya sampai pola tingkah
serta budaya daerah yang didatangi.
Selama
menjadi asisten Warkop, banyak cerita yang mewarnai kehidupan Miing.
“Maklum orang desa,” tuturnya. Tak ayal, sang asisten itu kerap jadi
korban. “Saya pernah disuruh bawa setrikaan. Kostum yang mereka kenakan
saja, pernah saya yang cuci sampai setrika,” sambungnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar