Minggu, 06 Oktober 2013

Warkop DKI Selalu Dipadati Penonton

Jakarta, C&R Digital - Pada masa jayanya, film Warkop DKI tidak hanya ditayangkan di bioskop lokal. Jaringan bioskop untuk orang kelas menengah ke atas, Bioskop  21, sering menayangkan film mereka. Tak hanya itu, di kampung-kampung diadakan layar tancap yang menayangkan film Warkop DKI. Masyarakat pun berbondong-bondong menontonnya.
“Kami punya kelas penonton sendiri. Semua orang di Indonesia, selalu membicarakan kelompok Warkop DKI,” kenang Indro. Saking tenarnya, Warkop tak putus mendapat undangan ke berbagai daerah di seluruh Indonesia. Kisah yang tidak terlupakan, kenang Indro, saat berkunjung ke Timika, Papua.
Masyarakat di sana memadati lapangan dengan mengenakan koteka. Selama berlangsung dialog lawakan, tak ada satu pun warga yang tertawa. “Kami bingung,” tuturnya. Koteka adalah alat penutup kemaluan untuk pria, yang dibuat dari buah labu. Isi dan bijinya dibuang dan dijemur. Setelah kering, baru bisa dijadikan penutup kemaluan.
“Tiba-tiba Dono berinisiatif. Ia berlari-larian dengan gayanya yang lucu di atas panggung,” kata Indro. Gaya Dono, ditiru Indro, bergoyang dan melenggokkan tubuh sambil tertawa-tawa. “Saya dan Kasino, ikutan juga bergaya kayak Dono. Eh, penonton baru pada ketawa,”sambung Indro.
Panggung Warkop DKI selalu ramai oleh penonton. Kelompok ini, tidak pernah surut karena zaman dan tidak pernah sepi dari kelucuan. Di mana ada Warkop, di situ orang tertawa. Semua tak lepas dari profesionalisme yang diusung mereka. Menurut Miing, di Warkop pembagian kerjanya jelas. Dono bertugas dalam hal hubungan pihak luar. Kasino soal bisnisnya, dan Indro sebagai bendahara dan mengatur hubungan kerja sama.
Tugas Miing mempersiapkan semua perencanaan pementasan Warkop. Termasuk materi guyonannya. Jika ada pementasan di daerah, Miing yang mencari materi yang tepat untuk daerah tersebut. Lawakan Warkop pun pas dengan situasi yang sedang digandrungi. Dari bahasanya sampai pola tingkah serta budaya daerah yang didatangi.
Selama menjadi asisten Warkop, banyak cerita yang mewarnai kehidupan Miing. “Maklum orang desa,” tuturnya. Tak ayal, sang asisten itu kerap jadi korban. “Saya pernah disuruh bawa setrikaan. Kostum yang mereka kenakan saja, pernah saya yang cuci sampai setrika,” sambungnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar